Budidaya Tanaman
Organik di CV.Lembah Hijau Multifarm
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan
penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida.
Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan
salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang
sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi
menurun jika perlakuannya kurang tepat.
Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk
mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam
mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Bahkan selama enam dekade ini, pestisida
telah dianggap sebagai penyelamat produksi tanaman selain kemajuan dalam bidang
pemuliaan tanaman. Pestisida yang beredar di pasaran Indonesia umumnya adalah
pestisida sintetik.
Sebenarnya, petani kita di masa lampau sudah
menerapkan sistem pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang limbah
organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya kebijakan
sistem pertanian kimiawi yang berkembang pesat sejak dicanangkannya Gerakan
Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih mengutamakan penggunaan pestisida
dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara waktu dapat meningkatkan produksi
pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin
luasnya lahan kritis dan marginal di Indonesia.
Sistem pertanian organik sebenarnya sudah sejak
lama diterapkan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan
Amerika Serikat. Pengembangan pertanian organik di beberapa negara tersebut
mengalami kemajuan yang pesat disebabkan oleh kenyataan bahwa hasil pertanian
terutama sayur dan buah segar yang ditanam dengan pertanian sistem organik
mempunyai rasa, warna, aroma dan tekstur yang lebih baik daripada yang
menggunakan pertanian anorganik
Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman
(jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan
tetapi dianjurkan untuk dibakar sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam
ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya
harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan
pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian
berkelanjutan dapat terwujud.
Hal pertama yang dilakukan jika
ingin membudidayakan tanaman organik ala CV.Lembah Hijau Multifarm adalah
memperhatikan masalah lahan yang ingin digarap untuk membudidayakan tanaman organik
tersebut. Kegiatan produksi harus berada dalam satu unit, dimana secara terus
menerus lahan areal produksi, bangunan dan fasilitas penyimpanan untuk produk
tanaman secara jelas terpisah dari unit yang lain yang tidak memproduksi produk
organik. Gudang tempat penyiapan atau pengemasan bisa merupakan bagian yang
terpisah dari unit budidaya asalkan aktivitasnya hanya terbatas untuk penyiapan
atau pengemasan produk budidaya organik. Budidaya tanaman organik harus
dilakukan pada Kawasan Budidaya Pertanian sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah.
Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan
kimia sintetis. Untuk tanaman semusim diperlukan masa konversi minimal 2 (dua)
tahun, sedangkan untuk tanaman tahunan diperlukan masa konversi minimal 3
(tiga) tahun. Bergantung pada situasi dan kondisi yang ada, masa konversi bisa
diperpanjang atau diperpendek, namun tidak boleh kurang dari 12 bulan.
Keputusan penambahan atau pengurangan masa konversi tersebut dibuat oleh
Lembaga Sertifikasi dengan mengacu pada ketetapan Otoritas Kompeten Pangan
Organik (OKPO) berdasar masukan dari pakar yang kompeten. Lahan yang telah atau
sedang dikonversi ke lahan untuk produksi pertanian organik tidak diperbolehkan
untuk diubah bolak-balik antara lahan pertanian organik dan non organik
(konvensional). Jika lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan,
maka perlu adanya batas yang tegas dan cukup antara lahan yang dalam konversi
dengan lahan lainnya sehingga terhindar dari kontaminasi, seperti yang dapat
terjadi pada saat penyemprotan pestisida yang dilakukan pada lahan non organik
atau rembesan air pada lahan organik dari lahan non organik. Terutama juga pada
lahan budidaya non organik yang lokasinya berada di atas budidaya pertanian
organik.
Tanah yang harus dimanfaatkan
sebagai tempat untuk tanaman organik diusahakan haruslah subur maka diharapakan
untuk mengelolanya. Pengelolaan kesuburan tanah bertujuan untuk meningkatkan
dan menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang, dengan prinsip memberikan masukan
berbagai bahan alami dan meningkatkan serta menjaga aktivitas biologis tanah,
jika perlu dengan melakukan pengolahan tanah serta pengelolaan air dalam rangka
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Teknologi pengolahan tanah
minimum diterapkan dalam rangka memperoleh kondisi fisik tanah yang baik bagi
aktivitas biologi tanah dan pertumbuhan tanaman yang diusahakan.
Setelah pengelolaan tanah sudah
siap, dilanjutkan dengan pengelolaan airnya. Air irigasi yang digunakan tidak
boleh yang terkontaminasi bahan kimia sintetis seperti pupuk, pestisida dan
bahan cemaran pemukiman maupun industri. Penggunaan air irigasi dibatasi sampai
pada batas optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Kelebihan air
pada lahan harus didrainasi dengan upaya meminimalkan dampak negatif terhadap
daerah aliran air yang bersangkutan. Pada sistem budidaya pertanian lahan basah
(sawah) dianjurkan menggunakan tata guna air selang-seling (intermitten) dan
menghindari masa penggenangan yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan dalam rangka
mengurangi emisi gas rumah kaca ke udara.
Teknik budidaya organik yang dilakukan oleh CV.Lembah Hijau
merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan
konsumen. Berbagai sayuran khususnya untuk dataran tinggi, yang sudah biasa
dibudidayakan dengan sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis, Brokoli,
Bunga kol, Kentang, Wortel, dan masih banyak lagi. Sayuran ini, mengandung vitamin dan serat
yang cukup tinggi disamping juga mengandung antioksidan yang dipercaya dapat
menghambat sel kanker. Semua jenis tanaman ini ditanam secara terus menerus
setiap minggu, namun ada juga beberapa jenis tanaman seperti kacang merah,
kacang babi, Sawi yang ditanam pada saat tertentu saja sekaligus dimanfaatkan
sebagai pupuk hijau dan pengalih hama. Ada juga tanaman lain yang ditanam untuk
tanaman penolak karena aromanya misalnya Adas.
Tahapan yang tidak boleh
dilupakan yaitu tahap pemberian benih. Benih diupayakan berasal dari tanaman
yang dibudidayakan secara organik sesuai SNI Sistem Pangan Organik. Bila benih
yang memenuhi persyaratan tersebut tidak tersedia maka pada tahap awal dapat
digunakan benih atau bibit yang tanpa perlakuan, dan jika hal tersebut tidak
memungkinkan maka benih atau bibit yang telah mendapat perlakuan dengan
bahan-bahan yang diizinkan untuk pertanian organik dapat digunakan. Dianjurkan
menggunakan benih unggul lokal atau introduksi yang tahan terhadap cekaman
iklim, rendah emisi gas-gas rumah kaca serta laju penyerapan CO2 udara
yang tinggi.
Dalam upaya penyediaan
media tanam yang subur, penggunaan pupuk kimia juga dikurangi secara perlahan.
Untuk memperkaya hara tanah, setiap penanaman brokoli selalu diberi pupuk
kandang ayam dengan dosis 20 ton/ha. Lahan bekas tanaman brokoli selanjutmya
dirotasi dengan tanaman wortel yang dalam penanamannya tidak perlu lagi diberi
pupuk kandang. Nantinya setelah tanaman wortel dipanen atau 100 hari kemudian,
lahan tersebut dapat ditanami brokoli kembali. Peningkatan mutu
intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang
mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan
produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan
pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan.
Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan
seefisien mungkin dan ramah lingkungan.
Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk
yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai
dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang
menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K).
Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk
lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan
gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu,
perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah
penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.
Efisiensi penggunaan pupuk saat ini sudah menjadi
suatu keharusan, karena industri pupuk kimia yang berjumlah enam buah telah
beroperasi pada kapasitas penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994
hingga saat ini belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam
negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, diperkirakan beberapa tahun
mendatang Indonesia terpaksa makin banyak mengimpor pupuk kimia. Upaya
peningkatan efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti
bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri pupuk
organik mempunyai prospek yang cerah dan menawarkan beberapa keuntungan, baik
bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian nasional.
Upaya pembangunan pertanian yang terencana dan
terarah yang dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil
mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang
mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan
tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan ketidakefisienan
dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat memberatkan petani,
lebih-lebih dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk dan penyesuaian
harga jual gabah yang tidak berimbang. Beberapa penelitian yang menyangkut
efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti
bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan
penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan
daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan
menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk
organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi
dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk
kimia berlebihan. Selain pembudidayaan tanaman organik, CV.Lembah Hijau
Multifarm juga mengembangkan produksi pupuk organik untuk menambah pasokan
pupuk organik di Indonesia.
Industri pupuk organik saat ini mulai tumbuh dan
berkembang, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang pupuk organik cukup
banyak bermunculan, antara lain seperti ; PT Trimitra Buanawahana Perkasa yang
bekerjasama dengan PT Trihantoro Utama bersama Pemda DKI Jakarta dan Pemkot
Bekasi yang saat ini akan mengolah sampah kota DKI Jakarta, PT Multi Kapital
Sejati Mandiri yang bekerjasama dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan
Pemda Kabupaten Brebes Jawa Tengah yang mengolah sampah kota dan limbah
perdesaan. PT PUSRI selain memproduksi pupuk kimia, saat ini bersama PT
Trihantoro Utama dan Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta juga memproduksi pupuk
organik. Sampah dan limbah organik diolah dengan menggunakan teknologi modern
dengan penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk organik yang
berkualitas.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak
pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata
dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk
konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh
beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan
kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu)
yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk
kimia). Lebih lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran
lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan
pupuk kimia. Dengan adanya diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka
prospek pengembangan industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan
sehingga lahan pekerjaan baru akan semakin luas. Pertanian organik dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau
mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh,
maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian
organik merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan
pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu
tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000
spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000
spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman
budidaya. Alasan petani memilih
pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya
mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Cara-cara
lain dalam pengendalian OPT selain
pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu
cara pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara
fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis. Pestisida dapat berasal dari bahan
alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida dapat merupakan
bahan organik maupun anorganik. Secara
umum disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian
yang menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis,
dan senyawa tumbuh sintetis.
Ada istilah yang juga penting untuk diketahui
yaitu Organik Pest Management (OPM), yaitu pengelolaan hama dan penyakit
menggunakan cara-cara organik. Selama
ini telah lama dikenal istilah Pengendalian Hama Terpadu atau Integrated Pest
Management (IPM). Persamaan diantara
keduanya adalah bagaimana menurunkan populasi hama dan patogen pada tingkat
yang tidak merugikan dengan memperhatikan masalah lingkungan dan keuntungan
ekonomi bagi petani. Walaupun demikian,
ada perbedaan-nya yaitu bahwa pestisida sintetik masih dimungkinkan untuk
digunakan dalam PHT, walaupun penggunaannya menjadi ‘bila perlu’. ‘Bila perlu’
berarti bahwa aplikasi pestisida boleh dilakukan bila cara-cara pengendalian
lainnya sudah tidak dapat mengatasi OPT padahal OPT tersebut diputuskan harus dikendalikan karena telah
sampai pada ambang merugikan.
Bila dalam PHT masih digunakan pestisida sintetik,
maka PHT tidak dapat dimasukkan sebagai bagian dalam pertanian organik. Akan tetapi, bila pestisida sintetik dapat diganti dengan
pestisida alami, yang kemudian disebut sebagai pestisida organik, atau cara
pengendalian lain non-pestisida maka PHT dapat diterapkan dalam pertanian
organik. Banyak cara pengendalian OPT
menurut CV.Lembah Hijau Multifarm selain penggunaan pestisida yang dapat
digunakan dalam pertanian organik. Salah satunya yaitu dengan menghindarkan
adanya OPT saat tanaman sedang dalam masa rentan. Cara menghindari OPT dapat dilakukan dengan
mengatur waktu tanam, pergiliran tanaman, mengatur jarak tanam ataupun dengan
cara menanam tanaman secara intercropping. Selain itu, penggunaan varietas
tahan merupakan suatu pilihan yang sangat praktis dan ekonomis dalam
mengendalikan OPT. Walaupun demikian, penggunaan varietas yang sama dalam waktu
yang berulang-ulang dengan cara penanaman yang monokultur dalam areal yang
relatif luas akan mendorong terjadinya ras atau biotipe baru dari OPT tersebut.
Cara fisik dan mekanis dalam pengendalian OPT
dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain dengan sanitasi atau
membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sakit atau hama. Selain itu, hama dapat diambil atau dikumpulkan
dengan tangan. Hama juga dapat
diperangkap dengan senyawa kimia yang disebut sebagai feromon, atau menggunakan
lampu pada malam hari. Hama juga dapat
diusir atau diperangkap dengan bau-bauan lain seperti bau bangkai, bau karet
yang dibakar dan sebagai-nya. Penggunaan
mulsa plastik dan penjemuran tanah setelah diolah dapat menurunkan serangan
penyakit tular tanah. Hama dapat pula
dikendalikan dengan cara hanya menyemprotkan air dengan tekanan tertentu atau
dikumpulkan dengan menggunakan penyedot mekanis. Jika ada kasus yang
membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dan tindakan pencegahan
seperti tersebut di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan lain yang
diizinkan sesuai SNI Sistem Pangan Organik.
Setelah tanaman organik yang dikelola telah dirasa layak untuk
dipanen lakukanlah tahapan pemanenan sebelum tanaman tersebut membusuk. Dalam
penanganan pasca panen tidak digunakan bahan-bahan yang dapat merusak, seperti
fumigasi, dan sejenisnya. Pemanenan atau pemungutan hasil produksi pertanian
harus dilakukan pada masa yang tepat dan sesuai dengan kaidah-kaidah untuk
memperoleh mutu produk yang baik secara konsisten.Pemanenan atau pemungutan
hasil produksi pertanian harus dilakukan dengan cara/teknik yang tepat agar
tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman atau memungkinkan dapat timbul
penyakit pada tanaman atau menimbulkan kerusakan pada produk yang dipanen atau
membahayakan bagi pekerja yang melakukan pemanenan.
0 komentar:
Post a Comment