Sadar
Lebih Baik
Tak terasa tenggak demi tenggak telah mereka minum. Dunia
yang semula wajar-wajar saja kini menjadi jumpalitan tidak karuan. Efek minuman
yang mereka minum semakin menggerogoti jiwa mereka dan raga mereka. Hari mulai
pagi dan ayam sudah berkokok saling sahut menyahut. Sementara sinar sudah masuk
melalui lubang-lubang kecil genting menyinari mereka, mereka masih tertidur
pulas tak sadarkan diri akibat pesta miras semalam. Tak mereka sadari bahwa
keluarga mereka sudah menanti di rumah sejak tadi malam. Mereka pergi untuk
izin melakukan suatu bisnis di luar, tetapi nyatanya mereka malah pesta miras
di suatu ruangan kosong tak berpenghuni di tengah kampung. Lalu, mereka bertiga
Plecit, Kamtis, dan Jack memutuskan untuk kembali pulang ke rumah mereka
masing-masing.
Plecit yang masih merasa mual oleh efek alcohol yang ia
tenggak semalam terpaksa ikut pulang juga karena takut nantinya dicari anak dan
istrinya. Sementara Kamtis dan Jack sudah mulai sadar karena alcohol yang
mereka berdua minum kadarnya sedikit ketimbang Si Plecit minum.
‘’Hey cuy, aku pulang duluan
ya?’’ Kata Plecit yang masih dalam pengaruh alkohol.
‘’Woke cuy, hati-hati
di jalan banyak pohon’’. sahut Kamtis dan Jack.
Plecit yang pulang sendirian tadi masih belum sadar juga
dari pengaruh alcohol. Alhasil dia pun banyak menabrak apapun yang ia lewati
temasuk pepohonan sekitar dan ia pun sesekali mengumpat setelah menabrak yang
ia lewati di jalan. Sesampainya Plecit di rumah, istrinya langsung
mengintrogasinya layaknya seorang koruptor yang sedang dalam persidangan.
‘’Bang, Abang tadi
malam kemana? Bisnisnya berhasil sampai mana? Tanya sang istri penuh penasaran.
‘’Bisnis apa? Gak usah
banyak nanya deh!’’ Jawab Plecit ketus.
Kian hari ia semakin
terhanyut dalam hal bejat itu. Kecanduan hal yang berbau alkohol dan kerap
melakukan tindakan kriminal bersama temannya Kamtis dan Jack akibat pengaruh
alcohol yang mereka minum, membuat para masyarakat di sekitar resah atas
perbuatan yang mereka lakukan.
Hingga suatu hari mereka bertiga sepakat untuk
bermabuk-mabuk ria di tempat yang biasa mereka gunakan untuk berbuat maksiat
tersebut. Tak mereka sadari bahwa ada seorang masyarakat yang tidak sengaja
mendengar perbincangan mereka bertiga. Orang yang berhasil menguping
perbincangan mereka bertiga itu lalu bergegas menuju ke rumah Pak RW dan
melaporkan apa yang akan terjadi nanti malam.
‘’Pak, mereka mau pesta
miras lagi pak! Kita harus segera menindak lanjuti hal semacam ini!’’kata
seorang masyarakat tersebut tegas.
‘’Mereka siapa yang
kamu maksut? Plecit, Kamtis, dan Jack maksut kamu?’’ Tanya Pak RW.
‘’Ya sapa lagi dong pak
kalau bukan mereka?’’ jelas seorang masyarakat itu.
Tak terasa hari telah berganti malam. Plecit, Kamtis, dan
Jack tak sadar mereka telah dipantau dari kejauhan oleh Pak RW dan sejumlah
masyarakat. Ketiga pria paruh baya itu telah tenggelam dalam buaian alcohol
tenggak demi tenggak. Seusai mereka telah dirasa mabuk dan tak berdaya, para
masyarakat sudah mulai bergerak. Didobrak lah pintu dengan penuh tenaga oleh
salah seorang masyarakat. Braaak! Pintu pun dapat terbuka dengan leluasa.
Plecit, Kamtis, dan Jack pun berusaha kabur dari sergapan massa meskipun dalam
keadaan mabuk. Tetapi orang mabuk itu tidak sadar dan kemudian dapat
dilumpuhkan dalam waktu beberapa menit saja. Mereka kemudian digiring ke tempat
yang berwajib untuk segera diadili seadil-adilnya. Keluarga mereka pun turut
sedih dan menyesal atas kejadian yang baru saja terjadi. Plecit, Kamtis, dan
Jack dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun atas perbuatan yang mereka
lakukan.
Selama mendekam di penjara mereka merenungi hal – hal yang
bodoh yang telah mereka lakukan di luar sana. Mereka sesekali memikirkan ke
depannya akan mau jadi seperti apa mereka nantinya setelah bebas dari penjara.
Apesnya, di dalam penjara mereka bersama napi – napi berdarah dingin yang
gampang mudah marah dan tersinggung. Alhasil mereka tidak berapi mau berbuat
apa pun. Nyanyi-nyanyi diprotes, nari-nari diprotes, petak umpet diprotes,
akhirnya mereka hanya memikirkan masa depan mereka di dalam penjara tersebut
sambil menghitung uban mereka yang mereka cabuti satu persatu.
Satu setengah tahun
telah mereka lalui dan kebosananlah yang hanya menemani mereka. Hingga suatu
ketika datanglah seorang Ustad yang bernama Ustad Sholeh Pati. Ustad tersebut
di masukkan ke dalam penjara bersama Plecit, Kamtis, dan Jack lantaran
mendapatkan fitnah oleh seorang santrinya. Ustad tersebut difitnah telah menghamili
seorang ibu dapur yang ada di pondok pesantren yang beliau bina. Padahal hal
tersebut tidak benar adanya. Setelah perjumpaan dengan Ustad Sholeh Pati, mereka
pun saling tukar pikiran dan mencoba untuk mengikuti ajaran agama Islam yang
telah Ustad Sholeh Pati terangkan kepada mereka. Akhirnya mereka mengucapkan
kedua kalimat syahadat dan mereka pun masuk islam.
Tak terasa 4 tahun telah berlalu. Masa – masa kelam yang
ada di penjara telah mereka lalui dengan lapang dada dan ikhlas. Mereka
memutuskan untuk meninggalkan perbuatan mereka di masa lalu dan memunculkan
sesuatu yang baru lagi baik di luar sana. Mereka bertiga kemudian ingin
memperdalam ajaran Agama Islam yang telah mereka dapatkan sedikit dari Ustad
Sholeh Pati. Mereka kini menyadari perbuatan mereka dulu itu dapat membuat
nyawa mereka terancam dan mengusik ketenangan orang lain dan menyadari bahwa
sadar itu lebih baik.