HADIAH
TERINDAH
Pagi mulai memunculkan sinarnya. Aji
panggilan akrab anak itu sibuk dengan kayuhan sepedanya yang bernafsu ingin
segera tiba di sekolahannya. Aji bisa dibilang anak yang berbeda dengan anak
SMA kebanyakan. Dia sangatlah suka bergaul namun dengan sejumlah buku,
sementara teman-temanya malah dianggap angin lalu. Dan letak perbedaan
selanjutnya dia tidak pernah merasakan kejutan, kekagetan, keseruan, meniup
lilin ulang tahun di hari ulang tahunnya sendiri. Ya, memang sangatlah miris
sekali Aji mungkin karena Aji sendiri yang kurang memiliki sifat supel terhadap
semua temannya dan begitulah efeknya. Orang tua yang membesarkannya pun telah
larut dalam sibuknya dunia kerja, sehingga orang tuanya tak begitu
memperdulikan ulang tahun Aji.
Orang tua Aji sebenarnya bukan orang
tua yang bekerja dengan hasil kerja yang berkecukupan. Orang tuanya hanya orang
desa yang diberi pekerjaan oleh saudaranya di kota. Orang tuanya diangkat
sebagai pramuniaga di supermarket yang cukup ternama di kota dan diberi ijin
tempat tinggal di belakang supermarket tersebut. Ya begitulah tempat tinggal
Aji bersama dua orang terkasihnya, tepat di belakang supermarket yang bisa
dibilang cukup sempit bahkan lebih sempit dari kolam renang di
sinetron-sinetron. Dengan keadaan perekonomian seperti itu Aji tidak heran dan
maklum jika orang tuanya lebih memilih sibuk kerja daripada sibuk memikirkan
hari ulang tahunya, toh uang kerja dari hasil keringat orang tuanya juga sangat
membantu Aji. Sebenarnya Aji tidak terlalu memikirkan ulang tahun konyol yang
dipikirkan orang lain. Aji lebih asik dan lebih tertarik dengan buku bacaan
pribadinya. Tapi entah kenapa tahun ini dia ingin sesuatu yang lebih menarik
daripada hanya sekedar membaca. Terlintas dipikirannya rasa ingin taunya meniup
lilin ulang tahun dan kejutan-kejutan di ulang tahunnya tahun ini. Namun di
sisi lain dia sadar diri…
“Heh!
Sahur! Sahur! Bangun woy! Serius amat yang ngelamunnya! Sadar woy sebentar lagi
mau Ujian Akhir! Ini kantin bukan hotel bintang tujuh !” gertak Roy yang
membuyarkan lamunannya.
“Eh!
Ngapain sih Roy! Lagi sibuk ngelamun nih! Ndak tau betapa asiknya ngelamun
ya!?” balas Aji.
“Emang
kamu lagi ngelamunin apa? Ngelamunin Diana super bintang di kelas kita itu?
Haha! Sadar diri Ji ! Dia besok mau dilamar orang!”
“Muke
gile itu cewek! Gila aja aku mikirin dia. Aku ndak mikirin dia kok, aku mah apa
atuh. Cuman lagi resah dan gusar aja”.
“kegusaran
dan keresahan apa yang sedang melanda dirimu kawan? Ceritakan dan aku siap
sebagai pendengar keluh kesahmu” kata Roy yang tak lupa menampilkan tampang
kepastiannya.
“Terimakasih
kawan telah berbaik hati, namun tak usahlah biar aku tanggung sendiri” jawab
Aji sok keren.
“Halahh..
mukamu berlebihan tuh! Yasudah aku mau masuk kelas dulu ya. Sampai nanti” kata
Roy yang mulai meninggalkan Aji.
Roy
sendiri adalah teman lumayan akrabnya Aji. Seperti halnya Aji, Roy suka gemar
membaca buku dari buku pelajaran hingga novel terlaris sekalipun, namun tidak
untuk buku gambar karena itu untuk menggambar bukan untuk dibaca.
*******
Aji
yang sudah tersadar dari lamunannya mulai bangkit dan menunjukkan jati dirinya.
Dan dia teringat sesuatu kalau dia terlambat masuk kelas hingga membuat dia
lari terkencing-kencing dan didasar sanubarinya dia berkata “Aduh makk..
hukuman apa nanti yang aku dapatkan?” Aji sampai di depan kelas dengan
terengah-engah dan disambut oleh Bu Guru dengan jurus celotehannya. Akibat
keterlambatannya, Bu Guru menghukumnya dengan menyuruh Aji membersihkan kamar
mandi sekolah. Aji langsung terbirit-birit mengambil alat pembersih kamar mandi
seadanya dan membersihkannya sebersih yang Aji mampu. Sembari mengosek dia
menyelotehi dirinya sendiri.
“Seharusnya tadi aku
tidak perlu membayangkannya terlalu jauh! Begini kan jadinya!! Haahh!! Hari apa
sih ini!? Apes amat nih hari! Eh bentar!!! Ini kan hari ulang tahunkuu!!!”
*******
Bel
pulang sekolah pun berbunyi sekaligus sebagai pertanda mengakhiri hukuman yang
diterima oleh Aji. Bergegas Aji membereskan segala peralatan hukumannya sembari
menyeka keringat yang mulai mengering itu. Aji yang sudah kelelahan segera
melaporkan hukumannya yang telah selesai kepada Bu Guru yang memberikan
hukumannya tersebut dan Aji pun bersegera menuju rumahnya. Setibanya di rumah
Aji dikagetkan dengan teriakan ibunya.
“Ajiii
! Sini nak!” Teriak
sang ibu.
“Iya
bu. Ada apa kok teriak-teriak histeris begitu?” Tanya Aji penuh heran.
“Ini
ibu punya undangan dari PT Semen Abadi. Undangannya untuk menghadiri perayaan
hari jadi PT Semen Abadi yang ke-39 tahun Ji. Aji mau nganterin ibu kan ke
acara itu?” Jawab
ibunya.
Sejenak
Aji berkata dalam hati.. “Keren
nih perusahaan.. Tanggal
ulang tahunnya sama kayak tanggal kelahiranku.. tapi aku maleslah keluar malem,
mending baca buku”. Kemudian Aji berkata kepada ibunya “aku males lah Bu.
Mending di rumah lah” sahut Aji dengan wajah mengisyaratkan begitu malasnya anak
itu untuk menghadiri acara tersebut.
“Ayolah
Ji. Jarang-jarang loh ini acara. Mending ngehadiri acara ini lah daripada
mbolak mbalikin lembaran bukumu di rumah.” Ajak ibu penuh harap.
“Sudah
lah Ji. Anterin ibumu itu loh. Kasian dia sepertinya kebelet banget ngehadiri
acara itu” kata Ayah Aji seraya menepuk pundak Aji dari belakang.
“Eh!?
Ayah bikin kaget aku aja! Emm.. iya deh aku anterin”. Tanggap Aji pasrah.
*******
Hari
mulai beranjak gelap. Matahari menyembunyikan sinarnya sedang bulan mulai
menampakkan kehadirannya. Aji yang tak menyangka di hari ulang tahunnya akan
merayakan hari jadinya ke-18 di tengah orang-orang hebat dan di dalam hotel
megah bahkan termewah di antara sejumlah hotel di kota tempatnya tinggal.
Dipersiapkannya motor yang akan dipergunakannya untuk mengantarkan ibunda
tercinta ke acara tersebut.
“Bismillah
semoga berkah” begitu lah kata Aji mengawali setiap langkah aktivitasnya.
Seusai
sholat isya’ Aji dan ibunya langsung menuju ke hotel yang ada di undangan.
Diperjalanan ibunya bertanya sesuatu kepada Aji.Tak terasa keberangkatan mereka
berakhir di depan hotel yang tertera di undangan. Mudah betul mencarinya karena
hotel tersebut tepat di depan kantor stasiun TV Nasional tertua di Indonesia.
Mobil-mobil mewah silih berganti memasuki parkiran hotel membuat decak kagum
Aji dan ibunya di pinggir jalan. Mereka sedikit malu dan ragu untuk segera
masuk memarkirkan kendaraan mereka. Tiba-tiba malu dan ragu mereka hilang
dengan melihat cukup banyaknya juga motor diparkiran. Mereka kemudian masuk dan
menambah kekaguman mereka dengan ornament megah yang ada di dalam hotel. Mereka
disambut oleh beberapa wanita dan disuruh untuk mengisi daftar hadir. Aji
sangat antusias dengan grandprize dan doorprizenya. Wajar saja grandprizenya 1
mobil dan doorprizenya 7 motor. Wanita yang bertugas menyambut tamu berkata
kepada ibu Aji
“Ibu,
ini bagian yang untuk pengundian doorprizenya harap disobek ya. Bagian yang
sobek kami pegang dan ibu membawa undangannya sebagai bukti valid jika ibu
mendapatkan doorprize dari perusahaan kami. Semoga sukses, terimakasih atas
kedatangannya”.
Mereka
pun masuk dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tanpa keraguan Aji dan
ibunya langsung gabung mengantri untuk mengambil makan malam. Setelah
mendapatkan makan malam, Aji menunggu ibunya yang masih mengantri seraya
mencari kursi untuk makan, karena Agama
mereka tidak mengajarkan untuk makan sambil berdiri. Selang beberapa menit
akhirnya ibunya mendapatkan makan malamnya.
“Aji..
kenapa kamu clingak-clinguk seperti kebingungan begitu? Kamu kebelet buang air
besar? Dijaga ya jangan buang angin di sini! Ibu malu lah!” Tanya ibu heran.
“Bukan itu bu. Aku hanya
mencari tempat duduk untuk makan. Tapi kenapa dari tadi tidak ada tempat duduk
untuk makan? Yang benar saja kita makan sambil berdiri!!?” celoteh Aji dengan
kesalnya.
“Ya
bagaimana lagi nak? Mungkin ini efek dari budaya barat. Ya maumu gimana? Kita
tidak makan saja atau bagaimana nak?” Tanya ibu bingung.
“Tidak makan? Aku laper
bu. Yaudah daripada makan berdiri kita cari pojokan aja dan makan slonjoran di
pojokan itu” kata Aji yang tengah kelaparan.
Aji
menepis segala malunya dan mulai menikmati suguhan nikmat yang Aji ambil. Aji
dengan lahapnya makan seakan tanpa jeda. Sedang ibunya makan seperti orang
kebanyakan makan. Ibunya bahkan tidak kuat untuk menghabiskannya karena tadi
dari rumah,
ibunya sudah makan. Tanpa diperintah Aji pun membantu menghabiskan makanan
ibunya. Selepas mengisi penuh perut, suguhan selanjutnya adalah penampilan dari
band-band lokal dan band nasional yang telah ternama. Ya, band nasional itu
sudah dikenal di seantero nusantara NIDJI namanya. Seorang Aji tak terbayangkan bisa menikmati sajian
gratis kualitas mahal se;perti ini. Beberapa lagu dari NIDJI seakan mengiringi
kegembiraan Aji dan Ibunya. Hiburan band-band telah bernyanyian menghibur para
tamu dan waktu yang ditunggu-tunggu oleh para tamu. Pengundian grandprize dan
doorprize yang menuguras perhatian para tamu mulai diundi. Aji dan ibunya
mungkin tidak berharap banyak namun keduanya tak lepas dari memohon kepada
Allah untuk bisa memenangkan undian tersebut. Suasanapun menegang, namun ibunya
terlihat menikmati kengantukannya. Grandprize mobil telah diundi namun sayang,
nomer lain yang tersebutkan. Aji terus berdoa “setidaknya memboyong motor malam
ini” gumam Aji. Enam buah motor telah mendapatkan hak miliknya tinggal satu
buah yang masih menjadi rahasia illahi. Aji tak lepas untuk memohon kepada
Allah..
“Ibu,
ayo bantu Aji berdoa. Semoga bisa tembus Bu....” mohon Aji.
“Tembus
? ini undian Ji , bukan lagi togel. Iya pasti ibu bantu lah.” Kata ibu
bersungguh-sungguh.
“Okee..
para hadirin.. siapkan jantung masing-masing. Dan inilah nomer undiannya yang
berhak mendapatkan sepeda motor yang ke tujuh. Nomernya adalah........ 668 !!”
kata pengisi acara penuh semangat.
Aji
kemudian mengeceknya bahkan sampai 3 kali. Pengisi acara menunggu tamu yang
memenangkan undian motor ke tujuh tersebut. Akhirnya dari tengah bangku tamu
ada sesosok muda berlari menuju panggung dan meneriakkan seperti orang
kesurupan “Aku menang! Aku menang !!!”. sosok muda yang berteriak tersebut
ternyata Aji. Pelajar yang selama hidupnya belum pernah dirayakan ulang
tahunnya malam itu mendapatkan hadiah sebuah sepeda motor dan terlebih bisa
sepanggung bersama NIDJI karena waktu pembagian hadiah motor Nidji membersamai
pemenang di atas panggung.Masih dalam keadaan setengah percaya dan tubuh
gemetaran , Aji berkata dalam hatinya “terimakasih Yaa Allah. Ini kah hadiah
yang Engkau persembahkan untukku ? ini kah jawaban atas doa-doaku selama ini ?
Alhamdulillah”. Tak henti-hentinya Aji bersyukur bahkan di tengah perjalanan
pulang Aji masih belum benar-benar percaya dan mengiranya ini hanya sebuah
bunga tidurnya yang indah. Dan setibanya di rumah...
“Aji..
ibu mau ngomong.. sini nak duduk sama ibu di depan TV” ajak ibu
“mau
ngomong apa Bu ? sebentar ya.” Kata Aji sambil memarkirkan motornya.
“begini
nak. Emm.. Ibu takut nak.. sebenarnya undangan ke acara tadi itu untuk pemilik
supermarket di depan rumah ini.. ibu takut kalau pihak perusahaan penyelenggara
acara tadi menginformasikan ke pemilik supermarket kalau supermarketnya
mendapatkan doorprize sepeda motor. Gimana nasib ibu nantinya ? tau kan kalau
pemilik supermarket di depan itu orangnya mudah marah walaupun para karyawannya
hanya berbuat kesalahan sedikit saja.” Kata ibu cemas.
“Haaa!!?
Kenapa ibu tidak bilang dari tadi? Kita kan bisa konfirmasi ke pemilik
supermarket untuk mewakili menghadiri undangan itu Bu.” tanya Aji turut cemas.
“Ndak
tau nak.. sepertinya ibumu ini udah diarahkan ke undangan itu tanpa ijin
terlebih dahulu ke pemilik supermarket” jawab ibu sebisanya.
“yasudah
Bu. Besok dilihat saja semoga pemilik supermarket berbaik hati kepada kita”
tanggap Aji .
dan
benar saja, kecemasan aji dan ibunya terjawab sudah. Pagi-pagi sekali sang
pemilik supermarket datang ke rumah Aji. Dengan marah yang sedikit dipendam si
pemilik toko berkata kepada Aji dan ibunya.
“Assalamualaikum
Budhe..” kata Surya si pemilik supermarket seraya mengetuk pintu rumah Aji.
(Budhe adalah panggilan Surya ke ibunya Aji karena Surya adiknya ibunya Aji).
“wa’alaikumsalam..
Ada apa mas ? “tanya ibunya Aji ramah.
“Jadi
begini.. apa benar Budhe yang menghadiri undangan dari PT Semen Abadi ? emm..
saya sudah banyak mengatakan jangan terlalu banyak kesalahan. Ini ditambah ada
undangan tidak mengabari saya malah berangkat sendiri tanpa bilang ke saya
dulu. Jadi sebaiknya Budhe dan sekeluarga ndak tinggal di sini lagi ke desa
lagi saja mengurusi nenek di desa. Kasian beliau sudah tua perlu diurus. Dan
mohon maaf sebelumnya.. mulai hari ini budhe tidak kerja di sini lagi.
Sebaiknya mulai berkemas-kemas dari sekarang. Wassalamu’alaikum” kata surya
dengan nada melembut dan meninggalkan Aji sekeluarga.Ibunya Aji kemudian
menangis sejadi-jadinya dan terus menerus menyalahkan dirinya sendiri. Aji
hanya bisa pasrah terhadap keputusan yang diberikan oleh Surya. Aji bergegas
berberes-beres dan meninggalkan rumah yang membesarkannya dari sejak dia balita
bahkan motor gratis pun tak dapat Aji kendarai ya begitulah bentuk amarah dari
Surya. Aji tersadar bahwa inilah sebenarnya hadiah terindah yang dipersembahkan
oleh Allah kepada Aji dan keluarganya.
0 komentar:
Post a Comment