My Moments with Some Educations

Pages

Wednesday, September 9, 2015

Cerpen "Hadiah Terindah"

HADIAH TERINDAH


            Pagi mulai memunculkan sinarnya. Aji panggilan akrab anak itu sibuk dengan kayuhan sepedanya yang bernafsu ingin segera tiba di sekolahannya. Aji bisa dibilang anak yang berbeda dengan anak SMA kebanyakan. Dia sangatlah suka bergaul namun dengan sejumlah buku, sementara teman-temanya malah dianggap angin lalu. Dan letak perbedaan selanjutnya dia tidak pernah merasakan kejutan, kekagetan, keseruan, meniup lilin ulang tahun di hari ulang tahunnya sendiri. Ya, memang sangatlah miris sekali Aji mungkin karena Aji sendiri yang kurang memiliki sifat supel terhadap semua temannya dan begitulah efeknya. Orang tua yang membesarkannya pun telah larut dalam sibuknya dunia kerja, sehingga orang tuanya tak begitu memperdulikan ulang tahun Aji.
            Orang tua Aji sebenarnya bukan orang tua yang bekerja dengan hasil kerja yang berkecukupan. Orang tuanya hanya orang desa yang diberi pekerjaan oleh saudaranya di kota. Orang tuanya diangkat sebagai pramuniaga di supermarket yang cukup ternama di kota dan diberi ijin tempat tinggal di belakang supermarket tersebut. Ya begitulah tempat tinggal Aji bersama dua orang terkasihnya, tepat di belakang supermarket yang bisa dibilang cukup sempit bahkan lebih sempit dari kolam renang di sinetron-sinetron. Dengan keadaan perekonomian seperti itu Aji tidak heran dan maklum jika orang tuanya lebih memilih sibuk kerja daripada sibuk memikirkan hari ulang tahunya, toh uang kerja dari hasil keringat orang tuanya juga sangat membantu Aji. Sebenarnya Aji tidak terlalu memikirkan ulang tahun konyol yang dipikirkan orang lain. Aji lebih asik dan lebih tertarik dengan buku bacaan pribadinya. Tapi entah kenapa tahun ini dia ingin sesuatu yang lebih menarik daripada hanya sekedar membaca. Terlintas dipikirannya rasa ingin taunya meniup lilin ulang tahun dan kejutan-kejutan di ulang tahunnya tahun ini. Namun di sisi lain dia sadar diri…
“Heh! Sahur! Sahur! Bangun woy! Serius amat yang ngelamunnya! Sadar woy sebentar lagi mau Ujian Akhir! Ini kantin bukan hotel bintang tujuh !” gertak Roy yang membuyarkan lamunannya.
“Eh! Ngapain sih Roy! Lagi sibuk ngelamun nih! Ndak tau betapa asiknya ngelamun ya!?” balas Aji.
“Emang kamu lagi ngelamunin apa? Ngelamunin Diana super bintang di kelas kita itu? Haha! Sadar diri Ji ! Dia besok mau dilamar orang!”
“Muke gile itu cewek! Gila aja aku mikirin dia. Aku ndak mikirin dia kok, aku mah apa atuh. Cuman lagi resah dan gusar aja”.
“kegusaran dan keresahan apa yang sedang melanda dirimu kawan? Ceritakan dan aku siap sebagai pendengar keluh kesahmu” kata Roy yang tak lupa menampilkan tampang kepastiannya.
“Terimakasih kawan telah berbaik hati, namun tak usahlah biar aku tanggung sendiri” jawab Aji sok keren.
“Halahh.. mukamu berlebihan tuh! Yasudah aku mau masuk kelas dulu ya. Sampai nanti” kata Roy yang mulai meninggalkan Aji.
Roy sendiri adalah teman lumayan akrabnya Aji. Seperti halnya Aji, Roy suka gemar membaca buku dari buku pelajaran hingga novel terlaris sekalipun, namun tidak untuk buku gambar karena itu untuk menggambar bukan untuk dibaca.
*******
Aji yang sudah tersadar dari lamunannya mulai bangkit dan menunjukkan jati dirinya. Dan dia teringat sesuatu kalau dia terlambat masuk kelas hingga membuat dia lari terkencing-kencing dan didasar sanubarinya dia berkata “Aduh makk.. hukuman apa nanti yang aku dapatkan?” Aji sampai di depan kelas dengan terengah-engah dan disambut oleh Bu Guru dengan jurus celotehannya. Akibat keterlambatannya, Bu Guru menghukumnya dengan menyuruh Aji membersihkan kamar mandi sekolah. Aji langsung terbirit-birit mengambil alat pembersih kamar mandi seadanya dan membersihkannya sebersih yang Aji mampu. Sembari mengosek dia menyelotehi dirinya sendiri.
Seharusnya tadi aku tidak perlu membayangkannya terlalu jauh! Begini kan jadinya!! Haahh!! Hari apa sih ini!? Apes amat nih hari! Eh bentar!!! Ini kan hari ulang tahunkuu!!!”
*******
Bel pulang sekolah pun berbunyi sekaligus sebagai pertanda mengakhiri hukuman yang diterima oleh Aji. Bergegas Aji membereskan segala peralatan hukumannya sembari menyeka keringat yang mulai mengering itu. Aji yang sudah kelelahan segera melaporkan hukumannya yang telah selesai kepada Bu Guru yang memberikan hukumannya tersebut dan Aji pun bersegera menuju rumahnya. Setibanya di rumah Aji dikagetkan dengan teriakan ibunya.
“Ajiii ! Sini nak!” Teriak sang ibu.
“Iya bu. Ada apa kok teriak-teriak histeris begitu?” Tanya Aji penuh heran.
“Ini ibu punya undangan dari PT Semen Abadi. Undangannya untuk menghadiri perayaan hari jadi PT Semen Abadi yang ke-39 tahun Ji. Aji mau nganterin ibu kan ke acara itu?” Jawab ibunya.
Sejenak Aji berkata dalam hati.. “Keren nih perusahaan.. Tanggal ulang tahunnya sama kayak tanggal kelahiranku.. tapi aku maleslah keluar malem, mending baca buku”. Kemudian Aji berkata kepada ibunya “aku males lah Bu. Mending di rumah lah” sahut Aji dengan wajah mengisyaratkan begitu malasnya anak itu untuk menghadiri acara tersebut.
“Ayolah Ji. Jarang-jarang loh ini acara. Mending ngehadiri acara ini lah daripada mbolak mbalikin lembaran bukumu di rumah.” Ajak ibu penuh harap.
“Sudah lah Ji. Anterin ibumu itu loh. Kasian dia sepertinya kebelet banget ngehadiri acara itu” kata Ayah Aji seraya menepuk pundak Aji dari belakang.
“Eh!? Ayah bikin kaget aku aja! Emm.. iya deh aku anterin”. Tanggap Aji pasrah.
*******
Hari mulai beranjak gelap. Matahari menyembunyikan sinarnya sedang bulan mulai menampakkan kehadirannya. Aji yang tak menyangka di hari ulang tahunnya akan merayakan hari jadinya ke-18 di tengah orang-orang hebat dan di dalam hotel megah bahkan termewah di antara sejumlah hotel di kota tempatnya tinggal. Dipersiapkannya motor yang akan dipergunakannya untuk mengantarkan ibunda tercinta ke acara tersebut.
“Bismillah semoga berkah” begitu lah kata Aji mengawali setiap langkah aktivitasnya.
Seusai sholat isya’ Aji dan ibunya langsung menuju ke hotel yang ada di undangan. Diperjalanan ibunya bertanya sesuatu kepada Aji.Tak terasa keberangkatan mereka berakhir di depan hotel yang tertera di undangan. Mudah betul mencarinya karena hotel tersebut tepat di depan kantor stasiun TV Nasional tertua di Indonesia. Mobil-mobil mewah silih berganti memasuki parkiran hotel membuat decak kagum Aji dan ibunya di pinggir jalan. Mereka sedikit malu dan ragu untuk segera masuk memarkirkan kendaraan mereka. Tiba-tiba malu dan ragu mereka hilang dengan melihat cukup banyaknya juga motor diparkiran. Mereka kemudian masuk dan menambah kekaguman mereka dengan ornament megah yang ada di dalam hotel. Mereka disambut oleh beberapa wanita dan disuruh untuk mengisi daftar hadir. Aji sangat antusias dengan grandprize dan doorprizenya. Wajar saja grandprizenya 1 mobil dan doorprizenya 7 motor. Wanita yang bertugas menyambut tamu berkata kepada ibu Aji
“Ibu, ini bagian yang untuk pengundian doorprizenya harap disobek ya. Bagian yang sobek kami pegang dan ibu membawa undangannya sebagai bukti valid jika ibu mendapatkan doorprize dari perusahaan kami. Semoga sukses, terimakasih atas kedatangannya”.
Mereka pun masuk dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tanpa keraguan Aji dan ibunya langsung gabung mengantri untuk mengambil makan malam. Setelah mendapatkan makan malam, Aji menunggu ibunya yang masih mengantri seraya mencari kursi untuk makan, karena Agama mereka tidak mengajarkan untuk makan sambil berdiri. Selang beberapa menit akhirnya ibunya mendapatkan makan malamnya.
“Aji.. kenapa kamu clingak-clinguk seperti kebingungan begitu? Kamu kebelet buang air besar? Dijaga ya jangan buang angin di sini! Ibu malu lah!” Tanya ibu heran.
Bukan itu bu. Aku hanya mencari tempat duduk untuk makan. Tapi kenapa dari tadi tidak ada tempat duduk untuk makan? Yang benar saja kita makan sambil berdiri!!?” celoteh Aji dengan kesalnya.
“Ya bagaimana lagi nak? Mungkin ini efek dari budaya barat. Ya maumu gimana? Kita tidak makan saja atau bagaimana nak?” Tanya ibu bingung.
Tidak makan? Aku laper bu. Yaudah daripada makan berdiri kita cari pojokan aja dan makan slonjoran di pojokan itu” kata Aji yang tengah kelaparan.
Aji menepis segala malunya dan mulai menikmati suguhan nikmat yang Aji ambil. Aji dengan lahapnya makan seakan tanpa jeda. Sedang ibunya makan seperti orang kebanyakan makan. Ibunya bahkan tidak kuat untuk menghabiskannya karena tadi dari rumah, ibunya sudah makan. Tanpa diperintah Aji pun membantu menghabiskan makanan ibunya. Selepas mengisi penuh perut, suguhan selanjutnya adalah penampilan dari band-band lokal dan band nasional yang telah ternama. Ya, band nasional itu sudah dikenal di seantero nusantara NIDJI namanya. Seorang Aji tak terbayangkan bisa menikmati sajian gratis kualitas mahal se;perti ini. Beberapa lagu dari NIDJI seakan mengiringi kegembiraan Aji dan Ibunya. Hiburan band-band telah bernyanyian menghibur para tamu dan waktu yang ditunggu-tunggu oleh para tamu. Pengundian grandprize dan doorprize yang menuguras perhatian para tamu mulai diundi. Aji dan ibunya mungkin tidak berharap banyak namun keduanya tak lepas dari memohon kepada Allah untuk bisa memenangkan undian tersebut. Suasanapun menegang, namun ibunya terlihat menikmati kengantukannya. Grandprize mobil telah diundi namun sayang, nomer lain yang tersebutkan. Aji terus berdoa “setidaknya memboyong motor malam ini” gumam Aji. Enam buah motor telah mendapatkan hak miliknya tinggal satu buah yang masih menjadi rahasia illahi. Aji tak lepas untuk memohon kepada Allah..
“Ibu, ayo bantu Aji berdoa. Semoga bisa tembus Bu....” mohon Aji.
“Tembus ? ini undian Ji , bukan lagi togel. Iya pasti ibu bantu lah.” Kata ibu bersungguh-sungguh.
“Okee.. para hadirin.. siapkan jantung masing-masing. Dan inilah nomer undiannya yang berhak mendapatkan sepeda motor yang ke tujuh. Nomernya adalah........ 668 !!” kata pengisi acara penuh semangat.
Aji kemudian mengeceknya bahkan sampai 3 kali. Pengisi acara menunggu tamu yang memenangkan undian motor ke tujuh tersebut. Akhirnya dari tengah bangku tamu ada sesosok muda berlari menuju panggung dan meneriakkan seperti orang kesurupan “Aku menang! Aku menang !!!”. sosok muda yang berteriak tersebut ternyata Aji. Pelajar yang selama hidupnya belum pernah dirayakan ulang tahunnya malam itu mendapatkan hadiah sebuah sepeda motor dan terlebih bisa sepanggung bersama NIDJI karena waktu pembagian hadiah motor Nidji membersamai pemenang di atas panggung.Masih dalam keadaan setengah percaya dan tubuh gemetaran , Aji berkata dalam hatinya “terimakasih Yaa Allah. Ini kah hadiah yang Engkau persembahkan untukku ? ini kah jawaban atas doa-doaku selama ini ? Alhamdulillah”. Tak henti-hentinya Aji bersyukur bahkan di tengah perjalanan pulang Aji masih belum benar-benar percaya dan mengiranya ini hanya sebuah bunga tidurnya yang indah. Dan setibanya di rumah...
“Aji.. ibu mau ngomong.. sini nak duduk sama ibu di depan TV” ajak ibu
“mau ngomong apa Bu ? sebentar ya.” Kata Aji sambil memarkirkan motornya.
“begini nak. Emm.. Ibu takut nak.. sebenarnya undangan ke acara tadi itu untuk pemilik supermarket di depan rumah ini.. ibu takut kalau pihak perusahaan penyelenggara acara tadi menginformasikan ke pemilik supermarket kalau supermarketnya mendapatkan doorprize sepeda motor. Gimana nasib ibu nantinya ? tau kan kalau pemilik supermarket di depan itu orangnya mudah marah walaupun para karyawannya hanya berbuat kesalahan sedikit saja.” Kata ibu cemas.
“Haaa!!? Kenapa ibu tidak bilang dari tadi? Kita kan bisa konfirmasi ke pemilik supermarket untuk mewakili menghadiri undangan itu Bu.” tanya Aji turut cemas.
“Ndak tau nak.. sepertinya ibumu ini udah diarahkan ke undangan itu tanpa ijin terlebih dahulu ke pemilik supermarket” jawab ibu sebisanya.
“yasudah Bu. Besok dilihat saja semoga pemilik supermarket berbaik hati kepada kita” tanggap Aji .
dan benar saja, kecemasan aji dan ibunya terjawab sudah. Pagi-pagi sekali sang pemilik supermarket datang ke rumah Aji. Dengan marah yang sedikit dipendam si pemilik toko berkata kepada Aji dan ibunya.
“Assalamualaikum Budhe..” kata Surya si pemilik supermarket seraya mengetuk pintu rumah Aji. (Budhe adalah panggilan Surya ke ibunya Aji karena Surya adiknya ibunya Aji).
“wa’alaikumsalam.. Ada apa mas ? “tanya ibunya Aji ramah.

“Jadi begini.. apa benar Budhe yang menghadiri undangan dari PT Semen Abadi ? emm.. saya sudah banyak mengatakan jangan terlalu banyak kesalahan. Ini ditambah ada undangan tidak mengabari saya malah berangkat sendiri tanpa bilang ke saya dulu. Jadi sebaiknya Budhe dan sekeluarga ndak tinggal di sini lagi ke desa lagi saja mengurusi nenek di desa. Kasian beliau sudah tua perlu diurus. Dan mohon maaf sebelumnya.. mulai hari ini budhe tidak kerja di sini lagi. Sebaiknya mulai berkemas-kemas dari sekarang. Wassalamu’alaikum” kata surya dengan nada melembut dan meninggalkan Aji sekeluarga.Ibunya Aji kemudian menangis sejadi-jadinya dan terus menerus menyalahkan dirinya sendiri. Aji hanya bisa pasrah terhadap keputusan yang diberikan oleh Surya. Aji bergegas berberes-beres dan meninggalkan rumah yang membesarkannya dari sejak dia balita bahkan motor gratis pun tak dapat Aji kendarai ya begitulah bentuk amarah dari Surya. Aji tersadar bahwa inilah sebenarnya hadiah terindah yang dipersembahkan oleh Allah kepada Aji dan keluarganya.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

CHOOSE YOUR LANGUAGE

English French German Spain Italian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Followers


Traffic Visitor

Flag Counter